Rabu, 17 April 2013

HUKUM PERIKATAN

Definisi Hukum Perikatan
Dalam bahasa Belanda, perikatan disebut dengan "ver bintenis". Istilah perikatan ini umumnya dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan hal ini merupakan hal yang mengikat satu orang terhadap orang lain. Hal yang mengikat ini menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lainnya berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan terdapat dalam hukum harta kekayaan (law of property), hukum keluarga (law of family), hukum waris (law of succession), dan hukum pribadi (law of personal).
 
Dasar Hukum Perikatan
Berdasarkan KUHP Perdata terdapat tiga sumber dasar hukum perikatan, antara lain:
  1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
  2. Perikatan yang timbul dari undang-undang, hal ini dapat dibagi berdasarkan perikatan terjadi karena undang-undang semata dan perikatan terjadi karena perbuatan manusia.
  3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.
 
Asas-Asas Hukum Perikatan
Asas-asas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni:
  1. Asas bebas berkontrak, terlihat di dalam pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
  2. Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan suatu formalitas. Asas ini dapat disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata.
Untuk sah-nya suatu perjanjian siperlukan empat syarat, antara lain:
  1. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dalam hal yang pokok dari perjanjian tersebut.
  2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum; telah dewasa dan tidak dibawah pengampunan.
  3. Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci agar tidak terjadi perselisihan antara kedua belah pihak.
  4. Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan yang diperbolehkan oleh undang-undang kesusilaan atau ketertiban umum.
 
Wanprestasi dan Akibatnya
Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wanprestasi, yaitu:
  • Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
  • Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaiman yang dijanjikan.
  • Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
  • Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
  • Akibat Wanprestasi
  • Akibat wanprestasi berupa hukuman, dsb. Adapun akibat dari wanprestasi, antara lain:
  • Membayar kerugian (ganti rugi).
  • Pembatalan perjanjian atua pemecahan perjanjian.
  • Peralihan resiko.
 
Penghapusan Hukum Perikatan
Penghapusan hukum perikatan dapat dilakukan dengan cara, antara lain:
  • Pembaharuan utang
  • Perjumpaan utang (kompensasi)
  • Pembebasan utang
  • Musnahnya barang yang terutang
  • Pembatalan perikatan
  • Kadaluarsa
 
 
Sumber:
http://p4hrul.wordpress.com/2012/04/19/hukum-perikatan/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/wanprestasi-dan-akibat-akibatnya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar